Kamis, 21 Mei 2009

korban malpraktek RSU GUNUNGSITOLI NIAS

DATA KORBAN INDIKASI MAL PRAKTEK

NAMA : EFERIANUS HULU
UMUR : 35 TAHUN
ALAMAT : DESA FABALIWA OYO KEC. TUGALA OYO KAB. NIAS


KRONOLOGIS KEJADIAN :

A. pada tanggal 21 Februari 2009 korban datang ke RSU Gunungsitoli untuk berobat dan yang menanganinya dr. Yuliaji Putra (dokter spesialis dari Universitas Gadjah Mada) dan hasil ronsen mengatakan bahwa korban mengalami penyakit USUS BUNTU dan disarankan untuk dioperasi. Sehingga pada tanggal 24 Februari 2009 korban dioperasi oleh dr. Yulianji Putra.
B. Tiga hari kemudian korban mengalami penyakit baru demam, lalu keluarga korban melaporkan kepada pihak rumah sakit. Yang menangani dr. Ferdianto pengganti dr. Yulianji Putra yang sama – sama dari UGM. Dari hasil pengamatan dr. Ferdianto korban menderita penyakit TUMOR GANAS bukan USUS BUNTU, ianya menyarankan korban baru dapat sembuh jika dioperasi lagi, sehingga operasi kedua dilaksanakan.
C. Saat dr. Ferdianto membuka jahitan operasi pertama yang dilakukan oleh dr. Yulianji Putra, bekas operasi bernanah dan dr, Ferdianto mengatakan luka korban telah terinfeksi.
D. Melihat kondisi korban kurang diperhatikan oleh pihak rumah sakit, keluarga pasien mengajukan permohonan kepada kelapa RUS Gunungsiotli dr. Yulianus Mendofa, MARS, mengatakan jika seandainya pihak RSU Gunungsitoli tidak dapat menanganinya lagi sudi kiranya memberikan rujukan kepada kami agar saudara kami kami bawa berobat di luar Nias, namun pihak RSU Gunungsitoli tidak dapat memberikan jawaban hingganya pasien meninggal dunia pada tanggal 29 Maret 2009.



Ini merupakan hasil wawancara :

Berdasarkan hasil penuturan saudaranya (Idaman Telaumbanua, (30 tahun)) ketika ditanya sejumlah wartawan mengatakan bahwa pada minggu ketiga Februari 2009 pasien masuk RSU Gusit yang kemudian pada hasil diagnosa dokter menyatakan bahwa pasien menderita penyakit USUS BUNTU sehingga dokter menyarankan untuk dioperasi. Karena biaya tidak ada sehingga sempat pasien dikembalikan ke rumah, akan tetapi tiga hari kemudian pasien kembali dibawa ke RSU Gusit untuk dioperasi.

Dalam proses operasi pihak dokter sudah dongkol, sehingga tidak mendapatkan perhatian perawat kepada pasien. Setelah dioperasi tidak berdampak positif kepada pasien malah semakin luka bekas jahitan memar dan bernanah yang mengakibatkan usus keluar. Akhirnya dokter yang menangani operasi lepas tangan. Karena pihak keluarga mendesak dokter, sehingga dokter yang lain menangani pasien dan mengatakan bahwa yang diderita pasien bukan USUS BUNTU melainkan TUMOR GANAS sehingga pasien dioperasi untuk kedua kalinya.

Yang anehnya setelah dioperasi kedua kali pasien semakin menderita dan kondisi semakin kritis, sehingga dokter kedua yang menangani pasien mengatakan bahwa penyakit yang diderita pasien bukan TUMOR GANAS melainkan USUS BUNTU.

Pihak keluarga pasien merasa heran kenapa pernyatakan diagnosa kepada pasien selalu tidak ada kepastian. Hal yang mereka herankan apakah ketika dokter yang menangani saudara mereka ganti adakah konfirmasi diantara mereka sehingga pernyataan berbeda, ataukah saudara mereka dijadikan mal praktek?

Lebih jauh Idaman Telaumbanua menjelaskan selama lima minggu biaya yang dikeluarkan sudah mencapai Rp. 10 juta dan perawatan pasien seperti asal-asalan, ketika mereka konfirmasi bagaimana kelanjutan penanganan pasien malah dokter menyimpulkan bahwa paling lama 4 hari lagi pasien tersebut akan meninggal dunia. Ketika seorang dokter mengeluarkan stakmen seperti itu, berarti telah menyalahi kode etik seorang dokter.

Ketika kelapa RSU Gunungsitoli (dr. Yulianus Mendofa, MARS) ditanyakan mengenai kejadian itu, mengapa penanganan pasien dokternya bergantian dan adanya stakmen dokter yang berbeda.

dr. Yulianus Mendofa menerangkan bahwa memang dokter sudah berganti karena dokter tersebut dari Universitas Gadjah Mada.Nama dokter yang menangani pertama Yuliaji Putra dan dokter kedua Doni Ferdianto. Itu hasil kerja sama RSU Gunungsitoli dengan RSU UGM bahwa dokter UGM hanya sebulan masa kerjanya di Nias dan kemudian diganti yang lain. Mengenai mengapa pasien dua kali dioperasi karena awalnya dokter mengoperasinya karena usus buntu, penyakit yang baru timbul itu diluar kemampuan mereka. Dia membantah kalau itu adalah mal praktek karena dokter yang dikirim ke Nias memiliki legalitas. Lebih lanjut dr. Yulianus Mendofa mengatakan kiranya pihak seluruh pasien yang berobat di Gunungsitoli maklum ketika para perawat agak lalai dalam menjalankan tugasnya, hal itu karena jumlah perawat yang ada di RSU Gunungsitoli 1 : 20.

Hal yang sudah saya lakukan untuk mendampingi keluarga korban :
a. membuat pelaporan kepada POLRES NIAS tanggal 16 April 2009
b. mendapingi disaat POLRES memintai keterangan, 27 April 2009
c. menhubungi BAKUMSU dan DKR SUMUT agar dapat membantu
d. menurunkan aksi dari GmnI Nias, 20 Mei 2009 (RSU GUNUNGSITOLI, DINKES DAN DPRD
KABUPATEN NIAS)
Catatan :
Seusai aksi dari RSU Gunungsitoli, pihak kepala RSU mengadakan jumpa PERS dan ia
mengatakan bahwa kedua dokter yang menangani korban masih kuliah, hanya saja
mereka sudah memiliki sedikit pengalaman.

bagi kawan - kawan saya sangatmengahrapkan masukan untuk membantu masyarakat indikasi malpraktek ini.....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar